- Pengungkapan Jaringan Ganja di Lumajang, Lima Orang Ditangkap oleh Polres
- Layanan Penitipan Kendaraan Gratis untuk Pemudik Disediakan oleh Polres Lumajang
- Persiapan Lebaran: Pemeriksaan Kendaraan dan Tes Narkoba untuk Pengemudi Bus di Lumajang
- Kepedulian Terhadap Sesama Terwujud Melalui Pembagian Takjil Gratis di Bulan Ramadan
- Kronologi Kejadian Pencurian Emas Seberat 10 Kg di Lumajang
- Pengungkapan Kasus Pencurian Emas 10 Kg Melibatkan Oknum Internal di Lumajang
- Antusiasme Warga Lumajang Terhadap Pasar Murah Ramadan: Ketersediaan Pangan Terjamin dan Harga Bersahabat
- Pelayanan Humanis dan Keselamatan Pemudik Lebaran 2025 Jadi Fokus Utama Pemkab Lumajang
- Siaga Penuh di Pos Pam Klakah, Arus Mudik Terkendali Menurut Kapolsek
- Pemantauan Lima Komoditas Utama Menjelang Idulfitri oleh BPS dan TPID Lumajang
Lippitt-Knoster Model - Cara membuat Perubahan dengan Sukses
Lippitt-Knoster Model

Keterangan Gambar : Lippitt-Knoster Mod
Mengapa Perubahan Gagal?
Perubahan dalam organisasi atau kehidupan sering kali menjadi tantangan besar. Meskipun niat untuk berubah baik, kenyataannya banyak perubahan gagal karena berbagai faktor. Salah satu model yang menjelaskan mengapa perubahan gagal adalah Lippitt-Knoster Model untuk mengelola perubahan kompleks. Model ini menyoroti enam elemen penting yang harus ada agar perubahan berhasil. Jika salah satu elemen ini hilang, maka perubahan bisa mengalami hambatan. Berikut adalah penjelasan sederhana dari masing-masing elemen dan akibat jika elemen tersebut tidak ada:
1. Tidak Ada Visi = Bingung (Confusion)
Visi adalah tujuan atau arah yang jelas dari perubahan. Jika organisasi atau individu tidak memahami alasan di balik perubahan, maka mereka akan bingung. Tanpa visi yang jelas, orang akan bertanya-tanya "Mengapa kita melakukan ini?" dan sulit untuk bergerak maju.
Contoh: Sebuah perusahaan ingin beralih ke sistem digital, tetapi tidak menjelaskan tujuan jangka panjangnya. Akibatnya, karyawan bingung dengan alasan perubahan dan enggan mengikuti proses baru.
2. Tidak Ada Konsensus = Sabotase (Sabotage)
Konsensus berarti ada kesepakatan dan dukungan dari semua pihak yang terlibat. Jika perubahan dipaksakan tanpa melibatkan semua pihak, maka akan muncul penolakan atau sabotase. Orang yang tidak dilibatkan cenderung merasa diabaikan dan mungkin menghambat proses perubahan.
Contoh: Manajemen memutuskan perubahan jadwal kerja tanpa konsultasi dengan karyawan. Akibatnya, karyawan merasa tidak dihargai dan secara diam-diam menolak kebijakan baru.
3. Tidak Ada Keterampilan = Cemas (Anxiety)
Keterampilan adalah kemampuan teknis dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk menjalankan perubahan. Jika orang tidak memiliki keterampilan yang cukup, mereka akan merasa cemas dan takut gagal dalam menghadapi perubahan.
Contoh: Sebuah sekolah beralih ke pembelajaran daring, tetapi guru tidak mendapatkan pelatihan tentang platform digital. Hal ini membuat mereka cemas dan kesulitan mengajar secara efektif.
4. Tidak Ada Insentif = Perlawanan (Resistance)
Insentif mencakup motivasi atau alasan yang membuat orang mau berubah. Jika tidak ada keuntungan nyata bagi mereka, orang cenderung menolak perubahan. Insentif bisa berupa penghargaan, pengakuan, atau manfaat lainnya.
Contoh: Perusahaan menerapkan sistem kerja baru tanpa memberikan insentif seperti bonus atau fleksibilitas waktu. Karyawan merasa tidak ada keuntungan bagi mereka, sehingga menolak perubahan tersebut.
5. Tidak Ada Sumber Daya = Frustrasi (Frustration)
Sumber daya mencakup alat, waktu, dan dukungan yang dibutuhkan untuk melaksanakan perubahan. Jika sumber daya tidak tersedia, orang akan merasa frustrasi karena tidak dapat menjalankan perubahan dengan efektif.
Contoh: Sebuah rumah sakit ingin meningkatkan layanan pasien tetapi kekurangan staf dan alat medis. Hal ini menyebabkan frustrasi di kalangan tenaga medis karena mereka tidak memiliki dukungan yang cukup.
6. Tidak Ada Rencana Aksi = Awal yang Salah (False Starts)
Rencana aksi adalah panduan langkah demi langkah untuk menjalankan perubahan. Tanpa rencana yang jelas, perubahan cenderung dimulai secara tergesa-gesa dan berakhir gagal.
Contoh: Sebuah perusahaan memulai transformasi digital tanpa membuat panduan atau jadwal implementasi. Akibatnya, proses berjalan kacau dan tidak mencapai hasil yang diharapkan.
Kesimpulan
Agar perubahan berhasil, semua elemen dalam Lippitt-Knoster Model harus ada:
-
Visi (Tujuan yang jelas)
-
Konsensus (Dukungan dari semua pihak)
-
Keterampilan (Kemampuan teknis)
-
Insentif (Motivasi dan keuntungan)
-
Sumber Daya (Alat dan dukungan)
-
Rencana Aksi (Panduan yang terstruktur)
Jika salah satu elemen ini hilang, perubahan dapat menghadapi berbagai masalah seperti kebingungan, sabotase, kecemasan, perlawanan, frustrasi, atau kegagalan di awal. Oleh karena itu, pastikan keenam elemen ini terpenuhi untuk menciptakan perubahan yang sukses dan berkelanjutan.