- Percepatan Mutasi Besar-besaran Dilakukan untuk Memacu Kinerja Birokrasi di Lumajang
- Pemanfaatan KUR Harus Fokus pada Peningkatan Produktivitas Bukan Gaya Hidup
- ASN di Lumajang Diharapkan Menjadi Pengabdi Setia Bukan Pengejar Jabatan
- Kunjungan ke Beberapa Kepala Desa di Klakah untuk Memperkuat Sinergi Keamanan Wilayah
- Apresiasi Terhadap Personel dan Warga Berprestasi Dorong Semangat Kolaborasi demi Keamanan Lumajang
- Patroli ATM Siang Malam Ditingkatkan untuk Menjaga Keamanan Uang dan Nasabah di Wilayah Tempeh
- Sinergi Diperkuat untuk Meningkatkan Pemberdayaan Perempuan di Lumajang
- Pentingnya Keselamatan di Jalan bagi Pelajar Lumajang Agar Terhindar dari Kecelakaan akibat Kelalaian
- Penghargaan untuk Prestasi Santri Disertai Peringatan Bahaya Bullying di Lingkungan Sekolah
- Turnamen Bola Voli Piala Kapolres Lumajang 2025 Diikuti 27 Tim Pelajar Berlaga Sengit
Apakah Industri Game Sedang Menghadapi Renaissance AI?
Is the video game industry facing an AI renaissance? What are the impacts? https://dailyai.com/2024/09/is-the-video-game-industry-facing-an-ai-renaissance-what-are-the-impacts/

Keterangan Gambar : Apakah Industri Game
GameNGen: Revolusi AI dalam Pengembangan Game
Bayangkan bermain game tembak-menembak klasik DOOM, tetapi dengan sentuhan baru: game ini tidak dijalankan oleh kode yang ditulis oleh programer. Sebaliknya, game ini dihasilkan secara real-time oleh sistem AI. Inilah yang dijelaskan oleh GameNGen, model AI inovatif yang baru saja diperkenalkan oleh peneliti dari Google dan Universitas Tel Aviv.
GameNGen dapat mensimulasikan DOOM dengan kecepatan lebih dari 20 frame per detik menggunakan satu unit pemrosesan tensor (TPU). Dalam TPU ini, kita menyaksikan lahirnya game yang dapat berpikir dan menciptakan dirinya sendiri. Alih-alih programer manusia yang mendefinisikan setiap aspek perilaku game, sistem AI ini belajar untuk menghasilkan pengalaman game secara langsung.
Pada intinya, GameNGen menggunakan model AI yang disebut model difusi, mirip dengan yang digunakan dalam alat generasi gambar seperti DALL-E. Sistem ini dilatih dalam dua fase. Pertama, agen pembelajaran penguatan (RL) diajarkan untuk bermain DOOM. Saat agen ini bermain, sesi permainan direkam, menciptakan dataset besar dari keadaan game, tindakan, dan hasil. Di fase kedua, dataset ini digunakan untuk melatih GameNGen, yang belajar memprediksi frame berikutnya berdasarkan frame sebelumnya dan tindakan pemain.
Salah satu tantangan terbesar adalah menjaga konsistensi seiring waktu. Kesalahan kecil dapat terakumulasi, menyebabkan keadaan game yang aneh. Untuk mengatasi ini, peneliti menerapkan teknik "augmentasi noise" yang cerdas selama pelatihan, mengajarkan model untuk memperbaiki dan menghilangkan noise.
Meskipun GameNGen saat ini fokus pada simulasi game yang sudah ada, arsitekturnya menunjukkan kemungkinan yang lebih menarik. Sistem serupa dapat menghasilkan lingkungan dan mekanik game baru secara langsung, memungkinkan game beradaptasi dan berkembang sesuai dengan tindakan pemain.
Namun, ada kekhawatiran di industri. Beberapa orang melihat AI sebagai alat untuk meningkatkan kreativitas manusia, sementara yang lain khawatir tentang penggantian pekerjaan. Ada juga kekhawatiran bahwa AI dapat membanjiri pasar dengan konten yang dihasilkan, menyulitkan karya asli untuk menonjol.
Di sisi lain, AI dapat menurunkan hambatan bagi pengembang indie, memungkinkan lebih banyak orang mewujudkan ide mereka. Chris Benjaminsen, salah satu pendiri startup game AI, berpendapat bahwa AI dapat mengubah cara orang menciptakan game, memberi kekuatan kepada pemain untuk menentukan pengalaman bermain mereka.
Masa depan pengembangan game dengan AI masih menjadi perdebatan. Apakah kita akan memanfaatkan AI untuk mendorong batasan hiburan interaktif, atau membiarkannya menghomogenisasi pengembangan game? Jawabannya, seperti masa depan industri game itu sendiri, masih harus ditulis.






