- PT KAI dan Dishub Lumajang Tutup Perlintasan Kereta Api Liar
- 26 Ribu Warga Telah Berkunjung dan Manfaatkan Pelayanan di Mal Pelayanan Publik Lumajang
- Diskominfo Ajak Warga Selektif Terima Informasi Jelang Pilkada Lumajang 2024
- DPRD Lumajang Siap Support Peningkatan Kapasitas dan Profesionalitas Wartawan
- Penataan Kawasan Pura Mandhara Giri Semeru Agung Bisa Tingkatkan Ekonomi Warga Sekitar
- Kawasan Pura Madhara Giri Semeru Agung Lumajang Akan Ditata Berkonsep Pembangunan Berkelanjutan
- Ponpes Darun Najah Lumajang Masuk 3 Besar Lomba Implementasi Pesantren Sehat Jatim
- Ini Kronologi Kecelakaan Beruntun di Jatiroto Lumajang
- Kecelakaan Beruntun di Sukosari Lumajang Melibatkan Truk dan Bus Madjoe Berlian
- Bus Terlibat Kecelakaan Beruntun di Jatiroto Lumajang
AI di Praktik Dokter: GPs Manfaatkan ChatGPT untuk Diagnosa
AI in the doctor’s office: GPs turn to ChatGPT and other tools for diagnoses https://dailyai.com/2024/09/ai-in-the-doctors-office-gps-turn-to-chatgpt-and-other-tools-for-diagnoses/
Keterangan Gambar : AI di Praktik Dokter
Penggunaan Alat AI oleh Dokter Umum di Inggris
Sebuah survei baru menemukan bahwa satu dari lima dokter umum (GP) di Inggris menggunakan alat AI seperti ChatGPT untuk membantu tugas sehari-hari, seperti menyarankan diagnosis dan menulis surat untuk pasien. Penelitian ini, yang diterbitkan dalam jurnal BMJ Health and Care Informatics, melibatkan 1.006 GP mengenai penggunaan chatbot AI dalam praktik klinis.
Sekitar 20% responden melaporkan menggunakan alat AI generatif, dengan ChatGPT menjadi yang paling populer. Dari mereka yang menggunakan AI, 29% menggunakannya untuk menghasilkan dokumentasi setelah pertemuan dengan pasien, sementara 28% menggunakannya untuk menyarankan kemungkinan diagnosis. Penulis studi mencatat bahwa temuan ini menunjukkan bahwa GP mungkin mendapatkan manfaat dari alat ini, terutama dalam tugas administratif dan mendukung pemikiran klinis.
Namun, penting untuk dicatat bahwa ChatGPT tidak selalu akurat dalam memberikan saran medis. Model bahasa besar (LLM) seperti ChatGPT dilatih dengan data umum yang sangat besar, sehingga lebih fleksibel tetapi kurang akurat untuk tugas medis spesifik. Beberapa peneliti juga menyatakan bahwa ChatGPT bisa bersikap konservatif atau canggung saat menangani topik sensitif, seperti kesehatan seksual.
Dr. Charlotte Blease, penulis utama studi, menekankan perlunya pendidikan bagi dokter tentang manfaat dan risiko penggunaan alat ini, termasuk potensi kesalahan informasi dan pelanggaran privasi pasien. Dr. Ellie Mein, penasihat medis, juga mengingatkan bahwa penggunaan AI dalam merespons keluhan pasien dapat menimbulkan masalah, termasuk ketidakakuratan dan pelanggaran kerahasiaan.
Meskipun beberapa penelitian menunjukkan bahwa alat AI seperti ChatGPT menunjukkan potensi, mereka sering kali kalah dibandingkan model pembelajaran mesin tradisional yang dilatih khusus untuk dataset medis. Misalnya, penelitian menunjukkan bahwa jaringan saraf multilayer perceptron memiliki akurasi lebih tinggi dalam mendiagnosis penyakit berdasarkan gejala.
Namun, ada juga studi yang menunjukkan bahwa GPT-4 dapat melebihi kemampuan dokter dalam mendiagnosis dan merawat penyakit mata. AI yang dirancang khusus untuk bidang medis, seperti yang dikembangkan oleh OpenAI dan NVIDIA, diharapkan dapat mengatasi kekurangan model umum seperti GPT-4.
Dengan meningkatnya penggunaan alat AI, penting untuk mengembangkan pedoman yang jelas untuk integrasi AI dalam praktik klinis. Komunitas medis perlu mendidik dokter dan pasien tentang penggunaan yang aman dari alat ini, sambil terus melakukan penelitian dan memastikan keselamatan pasien.