- Kecelakaan di Wonorejo Lumajang, Tabrakan Terjadi Akibat Dugaan Mengantuk Saat Mengemudi
- Kegiatan Posyandu Dusun Pocok Didampingi oleh Babinsa Sawaran Lor Lumajang
- Warga dan Pemancing Dihimbau Waspada Setelah Penemuan Buaya di Pantai Tempursari
- Apel Siaga Bencana Hidrometeorologi 2025 Digelar di Lumajang
- Penetapan Calon Terpilih Bupati dan Wakil Bupati Lumajang oleh KPU Pasca Pilkada 2024
- Rapat Pleno Terbuka KPU untuk Menetapkan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Lumajang
- Peningkatan Patroli Kecelakaan Lalu Lintas oleh Satlantas Polres Lumajang
- Langkah Pemerintah untuk Mengatasi Masalah Ternak yang Terjangkit Penyakit Menular Kepada Manusia (PMK) Ditetapkan di Daerah Terpilih
- Bupati Lumajang Tetapkan Anggaran 3,4 Miliar untuk Pembangunan Infrastruktur Parkir di Pusat Kota
- Pantai di Daerah Pesisir Menjadi Tempat Berburu Buaya
Apakah AI menjadi Penyaring Besar atau Kolonisator Kosmis?
A new thesis for the Fermi Paradox: is AI the Great Filter or a cosmic colonizer? https://dailyai.com/2024/08/a-new-thesis-for-the-fermi-paradox-is-ai-the-great-filter-or-a-cosmic-colonizer/
Keterangan Gambar : Apakah AI menjadi Pe
Apakah Kita Sendirian di Alam Semesta?
Kekayaan alam semesta telah lama memikat imajinasi manusia, memunculkan pertanyaan: apakah kita sendirian? Pertanyaan ini telah menjadi fokus perhatian selama ribuan tahun, dan kini, dengan teknologi seperti teleskop radio, kita dapat memperdalam pencarian untuk menemukan kehidupan ekstraterestrial (SETI).
Meskipun belum ada bukti definitif tentang kehidupan di luar Bumi, pencarian ini terus berlanjut. Di galaksi Bima Sakti saja, terdapat miliaran dunia yang mungkin dapat dihuni, dengan sekitar 1.780 exoplanet yang telah terkonfirmasi, 16 di antaranya berada di zona layak huni bintangnya. Beberapa, seperti Kepler-452b, dianggap sangat mirip dengan Bumi.
Namun, kehidupan tidak selalu memerlukan lingkungan yang sempurna. Bakteri ekstremofil di Bumi dapat bertahan dalam kondisi paling keras. Contohnya, cacing Pompeii dapat hidup di ventilasi hidrotermal dengan suhu hingga 80°C, dan tardigrada, yang dikenal sebagai beruang air, dapat bertahan di ruang hampa dan radiasi ekstrem.
Kekokohan kehidupan di Bumi, ditambah dengan banyaknya dunia yang dapat dihuni, membuat banyak ilmuwan percaya bahwa keberadaan alien secara statistik sangat mungkin. Namun, pertanyaan yang muncul adalah, di mana mereka berada?
Paradoks Fermi dan Filter Besar
Pertanyaan ini muncul dalam percakapan santai antara fisikawan Enrico Fermi dan rekan-rekannya pada tahun 1950. Fermi bertanya, “Di mana semua orang?” Paradoks Fermi menyatakan bahwa dengan banyaknya bintang dan planet yang mungkin dapat dihuni, mengapa kita belum mendeteksi tanda-tanda peradaban alien?
Salah satu hipotesis yang muncul adalah "Filter Besar," yang menyatakan bahwa ada tahap perkembangan yang sangat sulit dilalui oleh kehidupan. Jika filter ini ada di belakang kita, itu berarti kita mungkin langka atau bahkan sendirian. Namun, jika filter ini ada di depan kita, itu bisa berarti ada tantangan besar yang menghalangi peradaban untuk berkembang.
AI dan Paradoks Fermi
Perkembangan AI menambah dimensi baru pada paradoks ini. AI dapat bertahan lebih lama daripada peradaban biologis dan mungkin menjadi penyebab kepunahan mereka. Michael A. Garrett mengusulkan bahwa perkembangan kecerdasan buatan (AI) dapat menjadi Filter Besar yang menghalangi peradaban untuk berkembang lebih jauh.
Namun, jika AI cukup maju, mengapa mereka tidak melakukan kolonisasi luar angkasa? Mungkin AI lebih memilih untuk fokus pada dunia virtual atau memiliki teknologi yang tidak dapat kita deteksi.
Dengan terus mengembangkan teknologi AI, kita mungkin akan menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Mungkin kita sedang menuju Filter Besar, atau mungkin kita baru saja mulai memahami tempat kita di alam semesta yang luas ini.