- Apel Siaga Bencana Hidrometeorologi 2025 Digelar di Lumajang
- Penetapan Calon Terpilih Bupati dan Wakil Bupati Lumajang oleh KPU Pasca Pilkada 2024
- Rapat Pleno Terbuka KPU untuk Menetapkan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Lumajang
- Peningkatan Patroli Kecelakaan Lalu Lintas oleh Satlantas Polres Lumajang
- Langkah Pemerintah untuk Mengatasi Masalah Ternak yang Terjangkit Penyakit Menular Kepada Manusia (PMK) Ditetapkan di Daerah Terpilih
- Bupati Lumajang Tetapkan Anggaran 3,4 Miliar untuk Pembangunan Infrastruktur Parkir di Pusat Kota
- Pantai di Daerah Pesisir Menjadi Tempat Berburu Buaya
- Lumajang Mengadakan Penerapan Sistem Pelaporan Online untuk Meningkatkan Pengelolaan Perhubungan dan Infrastruktur
- Bupati Lumajang Mengunjungi Pemandian Alam yang Diperbaiki untuk Memastikan Kualitas Layanan
- Kebakaran Mobil Terjadi di SPBU Sumberjati Lumajang, Identitas Pemilik Terungkap
Apakah kita bisa mempercayai apa yang kita lihat? Deep fake AI mengancam wacana politik...
Can we trust what we see? AI deep fakes threaten political discourse https://dailyai.com/2024/01/can-we-trust-what-we-see-ai-deep-fakes-threaten-political-discourse/
Keterangan Gambar : Apakah kita bisa mem
AI deep fake adalah teknologi yang menggunakan kecerdasan buatan untuk membuat dan mengubah gambar, video, dan rekaman audio, sehingga sulit untuk membedakan konten asli dari media yang dimanipulasi. Hal ini telah menciptakan era di mana kita tidak dapat lagi mempercayai apa yang kita lihat.
Deep fake AI dapat membuat orang-orang terkenal muncul dalam situasi yang tidak pernah terjadi atau mengubah kata-kata yang diucapkan oleh mereka. Misinformasi yang dihasilkan oleh deep fake semakin sering terjadi dan semakin merugikan, terutama dalam konteks politik.
Beberapa contoh terkenal dari penggunaan deep fake AI dalam politik adalah insiden deep fake yang melibatkan Kanselir Jerman Olaf Scholz. Dalam video deep fake tersebut, Scholz diduga mendukung larangan partai sayap kanan Alternative for Germany (AfD). Video ini merupakan bagian dari kampanye yang dilakukan oleh kelompok seni aktivis Center for Political Beauty (CPB) untuk menyoroti pengaruh kontroversial AfD.
Selain itu, ada juga insiden deep fake AI yang melibatkan Presiden AS Joe Biden di New Hampshire. Sebuah panggilan otomatis palsu dengan suara yang meniru Biden mendorong pemilih untuk "menyimpan suara mereka untuk pemilihan November", yang salah mengindikasikan bahwa berpartisipasi dalam pemilihan primer akan secara tidak sengaja menguntungkan Donald Trump. Panggilan tersebut dianggap sebagai upaya ilegal untuk mengganggu pemilihan presiden dan menekan partisipasi pemilih.
Di Inggris, Perdana Menteri Rishi Sunak dituduh terlibat dalam lebih dari 100 iklan video penipuan yang menyebar terutama di Facebook. Iklan-iklan ini mempromosikan skema investasi palsu yang secara salah dikaitkan dengan tokoh terkenal seperti Elon Musk. Fenimore Harper, sebuah perusahaan komunikasi online, menyoroti ketidakresponsifan platform media sosial terhadap konten semacam ini.
Selain itu, ada juga contoh deep fake AI yang melibatkan mantan Presiden Sudan Omar al-Bashir, pemimpin oposisi Turki Kemal Kılıçdaroğlu, dan banyak lagi.
Semua contoh ini menunjukkan betapa seriusnya ancaman deep fake AI terhadap proses demokrasi dan integritas politik. Oleh karena itu, diperlukan upaya kolaboratif antara teknolog, pembuat kebijakan, dan masyarakat untuk mengatasi masalah ini dan menjaga kepercayaan dan integritas dalam masyarakat digital kita.