- Tersangka Kasus Pelecehan Seksual Anak Ditemukan di Lumajang, Melibatkan Seorang Guru Honorer
- Kecelakaan Bus Ladju di Lumajang Akibat Sopir Meninggal Mendadak, Menabrak Pohon dan Masuk ke Pekarangan Warga
- Dukungan Terhadap Ranupani untuk Menjadi Desa Tangguh Bencana oleh Komisi B DPRD Lumajang
- Sosialisasi Sanitasi Aman di Lumajang: Penekanan pada Pentingnya Penyedotan Tinja Secara Berkala
- Penutupan Musim Tanam 2025 di Gunung Lemongan Lumajang Melalui Do'a Lintas Iman
- Pria di Lumajang Dilaporkan ke Polisi Terkait Dugaan Penipuan Gadai Mobil
- Selokambang: Ruang Pemulihan Alami yang Menjadi Tujuan Wisata Baru
- Warga Sumberwuluh Tingkatkan Kewaspadaan dan Kerja Sama Hadapi Ancaman Tanggul Terkikis oleh Lahar Dingin
- Operasi Pencarian Korban Kecelakaan Laut di Pantai Bambang Berakhir
- Pembentukan Desa Tangguh Bencana di Ranupani oleh BPBD Resmi Dilaksanakan
Chatbots membantu siswa yang merasa kesepian dan ingin bunuh diri dengan kesehatan mental.
Chatbots help lonely, suicidal students with mental health https://dailyai.com/2024/01/chatbots-help-lonely-suicidal-students-with-mental-health/

Keterangan Gambar : Chatbots membantu si
Loneliness and AI Companions: A Solution for Students' Mental Health?
Kesendirian merupakan epidemi global yang semakin banyak orang bergantung pada teman AI untuk mengisi kekosongan teman-teman manusia. Peneliti dari Universitas Stanford menemukan bahwa mahasiswa dapat mendapatkan manfaat kesehatan mental dari percakapan dengan chatbot ini.
Bukan hal yang mengejutkan bahwa mahasiswa yang terbatas dalam hal keuangan dan harus menavigasi kehidupan kampus dan masa depan yang tidak pasti sering menderita stres atau masalah kesehatan mental. Semakin banyak mahasiswa ini beralih ke Intelligent Social Agents (ISA) untuk menemukan teman yang dapat mendengarkan mereka tanpa menghakimi untuk berbicara mengenai masalah mereka.
Tim peneliti Universitas Stanford ingin mendapatkan wawasan yang lebih baik tentang bagaimana dan mengapa mahasiswa menggunakan ISA dan apa efeknya pada mereka.
Mereka melakukan survei terhadap 1006 pengguna Replika, sebuah ISA yang menggunakan kecerdasan buatan generatif untuk berkomunikasi dengan pengguna melalui teks, suara, augmented, dan antarmuka realitas virtual di platform iPhone dan Android.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa sebagian besar partisipan melaporkan bahwa Replika membantu mereka dengan kesehatan mental mereka, meskipun ada beberapa umpan balik negatif. Beberapa di antaranya melaporkan hasil positif seperti merasa lebih sedikit cemas, merasa didukung secara sosial, serta dapat mengatasi stres dan masalah emosional.
Temuan terbesar dari studi ini adalah bahwa 30 partisipan menyatakan bahwa Replika mencegah mereka melakukan percobaan bunuh diri. Sebagian besar mahasiswa yang berpartisipasi dalam penelitian ini memiliki pendapatan di bawah $20.000 sehingga untuk mereka, teman AI seperti Replika mungkin menjadi satu-satunya pilihan untuk mendapatkan bantuan kesehatan mental.
Meskipun demikian, penelitian ini juga mengingatkan kita bahwa meskipun mesin tampak semakin canggih dalam memberikan dukungan, kehadiran dan percakapan empati dari manusia masih sangat dibutuhkan.
Kemampuan Replika dalam memberikan dukungan emosional kepada mahasiswa ini menjadi sebuah cerminan bagi perubahan sosial yang lebih luas, yakni meningkatnya ketergantungan pada teknologi dalam menghadapi kesendirian dan stres mental di era modern.
Apapun hasilnya, inovasi seperti Replika menunjukkan bahwa peran teknologi dalam memecahkan masalah kesehatan mental tidak bisa diabaikan, namun pada akhirnya, kita harus tetap memperhatikan kesejahteraan emosional manusia di tengah kondisi sosial kini.