- Apel Siaga Bencana Hidrometeorologi 2025 Digelar di Lumajang
- Penetapan Calon Terpilih Bupati dan Wakil Bupati Lumajang oleh KPU Pasca Pilkada 2024
- Rapat Pleno Terbuka KPU untuk Menetapkan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Lumajang
- Peningkatan Patroli Kecelakaan Lalu Lintas oleh Satlantas Polres Lumajang
- Langkah Pemerintah untuk Mengatasi Masalah Ternak yang Terjangkit Penyakit Menular Kepada Manusia (PMK) Ditetapkan di Daerah Terpilih
- Bupati Lumajang Tetapkan Anggaran 3,4 Miliar untuk Pembangunan Infrastruktur Parkir di Pusat Kota
- Pantai di Daerah Pesisir Menjadi Tempat Berburu Buaya
- Lumajang Mengadakan Penerapan Sistem Pelaporan Online untuk Meningkatkan Pengelolaan Perhubungan dan Infrastruktur
- Bupati Lumajang Mengunjungi Pemandian Alam yang Diperbaiki untuk Memastikan Kualitas Layanan
- Kebakaran Mobil Terjadi di SPBU Sumberjati Lumajang, Identitas Pemilik Terungkap
Menjadi Muslim Yang Mukmin #2A
Keterangan Gambar : Menjadi Muslim Yang
Assalamualaikum para sahabat yang dirahmati dan diberkahi Allah.
Alhamdulillah, satu hal sudah dipahami, yaitu orang beriman (sudah musyahadah) ditugaskan berpuasa.
Walaupun ada yang masih bertanya, apakah agar beriman itu harus musyahadah lebih dahulu? Semoga dengan mencermati tulisan ini dapat menemukan jawabannya.
Selanjutnya, ada orang yang berpuasa tetapi bukan orang yang beriman menurut Allah, sedangkan yang bersangkutan menyangka dirinya beriman. Oleh karenanya, dia manut puasa dengan tulus, ikhlas sesuai perintah puasa yg syariat / tatanan. Apakah sia-sia puasanya?
Pertama, pengertian manut (ta'at) mengikuti perintah Allah perlu kita perjelas lebih dahulu. Setelah itu, kita kaji apa yang diperoleh dari puasanya. Kemudian, kita kaji juga posisi Welas asih Allah.
Para sahabat yang dimuliakan Allah.
Saya berupaya memilih kata-kata yang tepat. Mohon konten ini dibaca dengan cermat, supaya kita benar-benar memahami yang disebut manut ( ta'at).
Kalau orang (menurut pandangan Allah) sudah beriman itu berpuasa, maka bisa disebut manut/ta'at melaksanakan perintah Allah. Karena, orang beriman-lah yang ditugaskan berpuasa.
Tetapi, ada (sangat banyak) orang yang tidak ditugaskan melaksanakan perintah berpuasa, karena menurut Allah masih kafir, tetapi malah berpuasa dengan tulus ikhlas.
Lalu, apakah orang yang tidak diperintah Allah itu, sekali lagi, orang yang tidak mendapat tugas berpuasa itu bisa disebut manut (ta'at) melaksanakan perintah Allah, meskipun berpuasa sesuai syariatnya?
Timbul pertanyaan, mereka ( orang yang tidak beriman menurut pandangan Allah) mendapat tugas dari siapa, jika Allah nyata-nyata tidak memerintah berpuasa?
Mendapat perintah dari siapa?
Manut perintah siapa mereka ini berpuasa?
Kalau mereka (orang yang kafir menurut pandangan Allah) mengaku mengikuti perintah Allah, jelas itu fitnah. Sebab, nyata-nyata yang diperintah berpuasa adalah orang (yang menurut Allah) beriman (QS 2 ayat 183), bukan mereka (orang yang kafir menurut pandangan Allah).
Jadi, apabila ada orang yang belum beriman menurut Allah itu berpuasa, maka bukan manut (ta'at) menjalankan perintah Allah, tetapi menurut saya itu lancang. Tidak mendapat perintah (tidak mendapat tugas) kok berpuasa. Di akhirat, sekali lagi, di akhirat amal puasa yang dilakukannya dengan sangat baik ( sesuai tatanan syariat) pasti sia-sia. Karena mereka lancang.
Gambaran lancang itu seperti ini:
Ada seorang Boss mempunyai dua orang karyawan yaitu Si Iman dan Si Kafir. Kedua karyawan itu sama-sama mengetahui cara membuka brankasnya Si Boss.
Si Iman oleh Bossnya diperintah mengambil uang di brankas sejumlah sama dengan yang diambil sebelumnya. Lalu, Si Iman mengambilnya dan menyerahkan uang itu kepada Bossnya. Maka, Si Iman ini dinilai manut (ta"at) menjalankan perintah Si Boss. Kemudian, Si Iman mendapat bonus dari Si Boss, karena telah menjalankan tugas (kewajibannya) dengan baik.
Tetapi, karyawan yang bernama Si Kafir ini juga mengambil uang di brankas. Ia ingin mendapat bonus seperti Si Iman. Ia juga mengetahui cara mengambil uang di brankas. (#Dia juga mengetahui cara berpuasa, cara sholat, dll sesuai syariat). Padahal Si Boss tidak memerintahnya. Ketika Si Kafir menyerahkan uang kepada Bossnya, malah dinilai telah lancang mengambil uang sebab tidak diperintah Si Boss. Alih-alih mendapat bonus seperti Si Iman, Si Kafir malah mendapat murka Si Boss. Sia-sia upayanya mendapat bonus, malah mendapat murka karena dinilai lancang oleh boss-nya.
Demikian juga dengan puasa, walaupun mengetahui tata cara berpuasa sesuai syariat, bila seseorang bukan yang diperintah berpuasa, maka ia bukanlah ta'at mengikuti perintah Allah.
Banyak orang menyangka dirinya ta'at atau manut melaksanakan perintah Allah. Padahal tidak. Sesungguhnya, suatu amalan itu bernilai ta'at kepada Allah, jika tiga hal berikut ini dipenuhi semua, yaitu:
1. Harus ada perintah dari Allah
2. Harus diamalkan perintah itu sesuai tuntunan rasulNya.
3. Harus dilaksanakan perintah itu oleh yang diperintahNya.
Meskipun nomor satu dan dua terpenuhi, tetapi amalan itu (puasa, misalnya) dilaksanakan oleh orang yang tidak diperintahNya, maka amalan (puasa) itu bukan ta'at kepada perintah Allah. Di akhirat, amalan orang yang bukan diperintah Allah itu pasti sia sia. (bacalah QS 18 ayat 100 sampai 106).
(bersambung, in syaa Allah).
Sumber : Sahabat Al Muttaqien