- Sosialisasi Mudik Aman Dilakukan di Sekolah oleh Satlantas Polres Lumajang
- Tiket Masuk Tumpak Sewu Lumajang: 20 Ribu untuk Wisatawan Lokal, 100 Ribu untuk Wisatawan Asing
- Kecelakaan Maut di JLS Pasirian Lumajang Akibat Truk Pembawa Miras
- Pemeriksaan Kelayakan Minyak Subsidi Dilakukan di Pasar Baru oleh Polres Lumajang dan Diskopindag
- Peningkatan Indeks Desa Membangun di Lumajang Mendapatkan Apresiasi dari Komisi A DPRD
- Data Inclusion Error Menimpa 46 Ribu Penerima Bantuan Sosial di Lumajang
- Angka Putus Sekolah di Lumajang Mencapai 3.561 Anak
- Ketentuan untuk Mendapatkan Santunan Kematian di Lumajang
- Pengawasan Harga Pangan di Pasar Baru Lumajang Melalui Sidak Bersama Diskoperindag dan Kepolisian
- Capaian Kinerja Diskoninfo Lumajang Tahun 2024 Mendapat Apresiasi dari Komisi A DPRD
Semarak Toleransi, Umat Muslim dan Hindu di Senduro Bergotong Royong Membuat Ogoh-Ogoh
Menjelang Hari Raya Nyepi, suasana sore di Desa Senduro, Lumajang, semakin semarak dengan warga yang sibuk menyelesaikan ogoh-ogoh, patung simbol kejahatan yang akan diarak pada malam Tawur Kesanga. Uniknya, tidak hanya umat Hindu yang terlibat, tetapi juga warga Muslim dan penganut agama lain, menunjukkan semangat gotong royong yang melampaui perbedaan, menjadikan tradisi ini sebagai simbol harmoni dan kebersamaan antarumat beragama.

Image: Semarak Toleransi, U...
Suasana sore di Desa Senduro, Kecamatan Senduro, Lumajang, terasa lebih semarak dibandingkan hari-hari biasa. Di sebuah halaman luas, beberapa warga tampak sibuk menempelkan potongan kertas dan cat warna-warni pada rangka patung raksasa yang mulai terbentuk. Inilah ogoh-ogoh, patung simbol kejahatan yang akan diarak pada malam Tawur Kesanga, menjelang Hari Raya Nyepi.
Namun, ada pemandangan unik di antara para pekerja. Tak hanya umat Hindu yang terlibat, tetapi juga warga Muslim dan penganut agama lain. Mereka bahu-membahu menyelesaikan ogoh-ogoh, seolah batasan perbedaan agama melebur dalam semangat kebersamaan.
Wira Dharma, seorang tokoh Hindu setempat, tersenyum bangga melihat pemandangan itu. Baginya, ini bukan hal baru. “Setiap tahun, saudara-saudara Muslim juga ikut membantu. Ada yang mengecat, ada yang memahat, bahkan ada yang sekadar membantu menyediakan makanan. Ini bukan hanya soal perayaan agama, tapi juga soal persaudaraan,” ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa (18/3/2025).
Menurut Wira, toleransi di Desa Senduro telah tumbuh sejak lama. Masyarakat di sini terbiasa hidup berdampingan dan saling membantu tanpa memandang perbedaan.
“Dulu, waktu kecil, saya punya banyak teman Muslim yang ikut bermain saat kami latihan menari atau membuat properti untuk upacara. Sekarang, mereka tetap ada, bahkan anak-anak mereka pun ikut terlibat,” kenangnya.
Di sudut lain, Nyono, seorang warga Muslim yang ikut membantu, terlihat sibuk menghaluskan bagian wajah ogoh-ogoh dengan kuas kecil. “Saya memang suka seni, jadi setiap tahun selalu menantikan momen ini. Saya belajar dari teman-teman Hindu cara membuat ogoh-ogoh, dan mereka juga kadang belajar dari saya soal seni tari,” kata dia.
Bagi Nyono, keterlibatannya dalam pembuatan ogoh-ogoh bukan sekadar membantu. Ia menganggapnya sebagai bentuk penghormatan terhadap tradisi yang telah mengakar di Senduro.
“Kami di sini sudah terbiasa saling mendukung. Kalau Idulfitri, warga Hindu juga sering datang membantu menyiapkan hidangan atau ikut bersih-bersih masjid,” tambahnya.
Wira mengakui bahwa tradisi ini semakin menguatkan ikatan sosial antarwarga. “Gotong royong dalam perayaan keagamaan seperti ini mempererat hubungan kami. Di sini, perbedaan bukan alasan untuk saling menjauh, tapi justru untuk saling mendekat,” ungkapnya.
Ogoh-ogoh yang dibuat di Senduro memiliki ukuran yang cukup besar, mencapai tiga meter lebih. Proses pembuatannya memakan waktu hampir dua minggu, melibatkan banyak orang dari berbagai latar belakang. Setiap detail diperhatikan, dari bentuk wajah yang menyeramkan hingga pakaian khas yang dikenakan patung tersebut.
Malam semakin larut, tetapi semangat warga tak surut. Beberapa pemuda Muslim dan Hindu tampak berdiskusi tentang desain akhir ogoh-ogoh. Ada yang mengusulkan tambahan detail, ada pula yang sibuk menyiapkan tempat penyimpanan sementara sebelum arak-arakan pada 28 Maret nanti.
“Kami semua ingin hasilnya maksimal. Meski ini tradisi Hindu, tapi kami merasa memiliki karena dibuat bersama,” ujar Nyono sambil tersenyum.
Bagi warga Senduro, pembuatan ogoh-ogoh bukan sekadar persiapan perayaan Nyepi, tetapi juga simbol kebersamaan dan harmoni. Tak ada sekat agama, yang ada hanya semangat gotong royong demi menjaga budaya dan tradisi.
“Kami ingin anak-anak muda melihat ini sebagai contoh nyata bahwa perbedaan bisa disatukan dengan kerja sama. Bukan hanya dalam urusan budaya, tapi juga dalam kehidupan sehari-hari,” kata Wira.
Nyono mengangguk setuju. Baginya, kegiatan ini memberi pelajaran berharga, terutama tentang bagaimana hidup berdampingan dalam keberagaman. “Kalau kita saling memahami dan menghormati, perbedaan itu justru membuat hidup lebih berwarna,” ucapnya.
Saat ogoh-ogoh hampir selesai, warga beristirahat sejenak sambil menikmati teh hangat dan jajanan tradisional. Gelak tawa terdengar, menghapus lelah setelah seharian bekerja.
Wira menatap hasil kerja keras mereka dengan penuh rasa bangga. “Inilah wajah Senduro. Wajah yang penuh toleransi, di mana perbedaan bukan alasan untuk berpisah, tetapi alasan untuk semakin erat bersatu,” ujarnya.
Malam Tawur Kesanga pun semakin dekat. Ogoh-ogoh yang telah selesai akan diarak keliling desa sebelum akhirnya dibakar sebagai simbol pembersihan diri. Bagi warga Senduro, api yang membakar ogoh-ogoh bukan hanya melambangkan penghancuran sifat buruk, tetapi juga menghangatkan persaudaraan yang telah terjalin erat selama ini.
Di Senduro, Nyepi bukan hanya milik umat Hindu. Ini adalah perayaan bagi seluruh warga, di mana kebersamaan dan harmoni menjadi nilai utama yang terus dijaga. (MC Kab. Lumajang/An-m)
Sumber : https://portalberita.lumajangkab.go.id/main/baca/aXKFepds
Baca Artikel Lainnya :
- Lebih Terjangkau dan Nyaman: Tarif Baru Tumpak Sewu untuk Wisatawan Lokal
- Merajut Kembali Lumajang: Mengatasi Krisis Air dan Pemulihan Infrastruktur Pascabencana
- Gropyokan Serentak, Jurus Ampuh Petani Lumajang Hadapi Ledakan Hama Tikus
- Demi Keselamatan Pemudik, Lumajang Terapkan Pembatasan Angkutan Barang
- Tak Hanya Ketersediaan, Pemkab Lumajang Pastikan Kualitas Daging Tetap Terjaga Jelang Idulfitri
- Apresiasi untuk Pelajar yang Memanfaatkan Ramadan dengan Belajar dari Kades Tukum
- Kepatuhan dan Inovasi Menjadi Kunci Ketahanan di Tengah Tantangan yang Dihadapi Kopwan Srikandi Tukum
- Pemeriksaan Kelayakan Minyak Subsidi Dilakukan di Pasar Baru oleh Polres Lumajang dan Diskopindag
- Angka Putus Sekolah di Lumajang Mencapai 3.561 Anak
- Peningkatan Semangat Perangkat Desa Dalam Mengejar Target Pajak Maret 2025
- Lha ini baru betul. Makasih ya
- https://lumba.biz.id/mbti
- https://lumba.biz.id/mbti
- halo
- halo