- Apel Siaga Bencana Hidrometeorologi 2025 Digelar di Lumajang
- Penetapan Calon Terpilih Bupati dan Wakil Bupati Lumajang oleh KPU Pasca Pilkada 2024
- Rapat Pleno Terbuka KPU untuk Menetapkan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Lumajang
- Peningkatan Patroli Kecelakaan Lalu Lintas oleh Satlantas Polres Lumajang
- Langkah Pemerintah untuk Mengatasi Masalah Ternak yang Terjangkit Penyakit Menular Kepada Manusia (PMK) Ditetapkan di Daerah Terpilih
- Bupati Lumajang Tetapkan Anggaran 3,4 Miliar untuk Pembangunan Infrastruktur Parkir di Pusat Kota
- Pantai di Daerah Pesisir Menjadi Tempat Berburu Buaya
- Lumajang Mengadakan Penerapan Sistem Pelaporan Online untuk Meningkatkan Pengelolaan Perhubungan dan Infrastruktur
- Bupati Lumajang Mengunjungi Pemandian Alam yang Diperbaiki untuk Memastikan Kualitas Layanan
- Kebakaran Mobil Terjadi di SPBU Sumberjati Lumajang, Identitas Pemilik Terungkap
Studi pencitraan otak menggunakan AI untuk mengungkap pola-pola saraf untuk seks dan gender pada ana
Brain imaging study uses AI to reveal neural patterns for sex and gender in children https://dailyai.com/2024/07/brain-imaging-study-uses-ai-to-reveal-neural-patterns-for-sex-and-gender-in-children/
Keterangan Gambar : Studi pencitraan ota
Peneliti dari Universitas Pennsylvania dan Feinstein Institutes for Medical Research telah mengungkap wawasan baru tentang bagaimana seks dan gender direpresentasikan dalam otak anak-anak.
Studi ini, yang dipublikasikan dalam Science Advances, memberikan kontribusi pada perdebatan seputar hubungan antara seks biologis dan identitas gender serta bagaimana kita dapat mempelajarinya secara ilmiah.
Tim peneliti menganalisis pemindaian otak dari 4.757 anak berusia 9 hingga 10 tahun untuk memeriksa bagaimana bagian-bagian otak berkomunikasi satu sama lain.
Seks dan gender, meskipun kadang-kadang digunakan secara bergantian, telah menjadi terpisah dalam hal seks dalam istilah biologis yang ditetapkan saat lahir dari konsep gender yang lebih bervariasi secara sosial dan budaya.
Studi ini menggunakan serangkaian model AI prediktif untuk menentukan bahwa meskipun baik seks maupun gender terkait dengan pola konektivitas otak yang berbeda, pola-pola ini tidak identik.
Dalam kata-kata studi tersebut, "Di sini, kami menggunakan istilah 'seks' untuk menunjukkan fitur-fitur anatomi fisik, fisiologi, genetika, dan/atau hormon individu saat lahir, dan kami menggunakan istilah 'gender' untuk menunjukkan fitur-fitur sikap, perasaan, dan perilaku individu."
Tim menggunakan dataset besar dari Studi Perkembangan Kognitif Otak Remaja (ABCD), yang mencakup pemindaian otak terperinci dan informasi perilaku dari ribuan anak di Amerika Serikat.
Peneliti menggunakan pemindaian resonansi magnetik fungsional (fMRI) untuk mengamati pola aktivitas otak alami saat anak-anak beristirahat di dalam pemindai.
Mereka kemudian menggunakan algoritma pembelajaran mesin canggih untuk mencari pola dalam aktivitas otak ini yang mungkin terkait dengan seks atau gender.
Peneliti mengambil pendekatan dua arah untuk mengukur gender. Mereka menanyakan langsung kepada anak-anak tentang perasaan dan ekspresi gender mereka dan meminta orang tua melaporkan perilaku gender anak-anak mereka.
Temuan utama termasuk prediksi seks dengan akurasi sekitar 77% berdasarkan pola konektivitas otak, sementara prediksi gender berdasarkan laporan orang tua hanya sekitar 8%.
Studi ini menyoroti bagaimana identitas gender dapat bersifat fluid dan kompleks, terutama pada anak-anak muda.
Penelitian ini menunjukkan bahwa untuk memahami perbedaan dan kesamaan antara laki-laki dan perempuan, serta antara anak-anak dengan identitas gender yang berbeda, kita perlu mempertimbangkan baik seks maupun gender. Ini tampaknya memengaruhi perkembangan otak dengan cara yang berbeda, meskipun terkait.
Penelitian ini memberikan bukti ilmiah melawan gagasan yang terlalu disederhanakan tentang "otak laki-laki" dan "otak perempuan." Ini membangun pada studi Stanford sebelumnya yang dapat membedakan otak laki-laki dari perempuan dengan akurasi 90% dari waktu.
Semoga informasi ini dapat membantu dalam memahami pentingnya mempertimbangkan kedua aspek seks dan gender dalam konteks perkembangan otak anak-anak.